Konsep Transparansi
Unsur transparansi dan keterbukaan dalam konsep good governance merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Transparansi dan keterbukaan perbuatan hukum publik oleh badan atau pejawab adminsitrasi negara merupakan bentuk perlindungan hukum bagi rakyat. Dikatakan demikian, karena dalam hal badan atau pejabat administrasi negara membuat suatu kebijakan atau keputusan administrasi negara maka rakyat mempunyai kepentingan atas kebijakan atau keputusan tersebut harus mengetahi secara transparan atau terbuka. (Jeddawi, Mutrir. 2011:26).
Transparansi merupakan salah satu dari karakteristik good governance atau kepemerintahan yang baik. Transparansi secara harfiah adalah jelas, dapat dilihat secara menyeluruh dalam arti kata keterbukaan. Transparansi adalah penyediaan informasi tentang pemerintah(an) bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. (Dwiyanto, Agus. 2006:80)
Transparansi (transparency) secara harafiah adalah jelas, dapat dilihat secara menyeluruh dalam arti kata keterbukaan. Dengan demikian, transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tranparansi merupakan salah satu syarat penting untuk menciptakan Good Governance. Dengan adanya transparansi di setiap kebijakan tata kelola pemerintahan, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan (Tahir, Arifin. 2011 : 162).
Selanjutnya Tjokromidjoyo yang dikutip dalam Tahir, Arifin (2011:123) menjelaskan bahwa transparansi yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak (yang berkepentingan) mengenai perumusan kebijakan dari pemerintah, organisasi dan badan usaha.
Konsep transparansi menurut Organisation for Economic Coopretaion and Development (2004:66) menjelaskan bahwa konsep transparansi adalah merupakan nilai utama dari siostem pemerintahan. Konteksutama aktivitas pemerintah harus diyakini berdasarkan pada transparansi. Terdapat kekuatan publik yang menuntut transparansi lebih besar. Pada hakekatnya ada kaitan dengan percepatan dan pengaruh terhadap organisasi swasta, sebagaimana terus meningkatnyapopulasi masyarakat. Ini berartituntuan publik terhadap transparansi sudah semakin kuat.
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Transparan dibidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan.Prinsip transparansi dapat diukur melalui indikator (Suryadarma, 2007), yaitu:
1. Mekanisme yang menjamin system keterbukaan dan standarisasi dari semua proses pelayanan publik;
2. Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik;
3. Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi dan penyimpanan tindakan aparat publik di dalam kegiatan melayani.
Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Smith dalam Tahir, Arifin (2011:164), mengemukan bahwa proses transparansi meliputi :
1) Standard procedural requirements (Persayaratan Standar Prosedur), bahwa proses pembuatan peraturan harus melibatkan partisipasi dan memperhatikan kebutuhan masyarakat.
2) Consultation processes (Proses Konsultasi), Adanya dialog antara pemerintah dan masyarakat
3) Appeal rights (Permohonan Izin), adalah pelindung utama dalam proses pengaturan. Standard dan tidak berbelit, transparan guna menghindari adanya korupsi.
Menurut Hidayat dalam Tahir, Arifin (2011:165), mengemukakan bahwa transparansi berarti masyarakat harus dapat memperoleh informasi secara bebas dan mudah tentang proses dan pelaksanaan keputusan yang diambil.
Dengan demikian transparansi berarti keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Dalam arti bahwa pemerintah berkewajiban untuk memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menunjang proses pelayanan kepada publik.
Ada sembilan tingkatan yang diharuskan menerapkan prinsip keterbukaan (Ratminto dan Winarsih, 2006), yaitu:
1. Manajemen dan Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Transparansi terhadap manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendalian oleh masyarakat. Seluruh kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan, serta diwujudkan dalam bentuk bagan alir (flow chart) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai:
a. Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan;
b. Informasi bagi penerima pelayanan;
c. Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan;
d. Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien;
e. Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja.
3. Persyaratan Teknis dan Administratif Pelayanan
Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan.
4. Rincian Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun, sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon atau penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah atau unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Waktu penyelesaian Pelayanan.
Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari dilengkapinya atau dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani atau diselesaikan apabila persyaratan lengkap, hal ini sesuai dengan azas first in first out (FIFO).
6. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab.
Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menyelesaikan keluhan, persoalan dan sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja atau tempat kerja petugas. Pejabat atau petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan atau Surat Penugasan dari pejabat yang berwenang.
7. Janji Pelayanan
Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan ditulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas pelayanan.
8. Standar Pelayanan Publik
Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
9. Lokasi Pelayanan
Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau pos-pos pelayanan di kantor kelurahan atau desa atau kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.
Konsep transparansi dalam pelayanan publik menunjuk pada keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholder yang membutuhkan. Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan, cara pelayanan serta hak dan kewajiban penyelenggara dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggara dapat dinilai transparan (Dwiyanto, 2006;236).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar