Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut (Suharono dan Solichin, 2006). Pengelolaan keuangan pemerintahan daerah yang berakuntabilitas tidak lepas dari anggaran pemerintah daerah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2002) yang menyatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah manfaat sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat.
Kenis (1979) menemukan bahwa manajer memberi reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya manajer tingkat bawah secara signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegasan tujuan anggaran mereka.
Kejelasan sasaran angaran menunjukan luasnya tujuan angaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertangung jawab (Munawar et.al, 2006).
Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 2006).
Direktorat jenderal Otonomi Daerah (2001) menyatakan, arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya memuat informasi mengenai tujuan (goals) dan sasaran (objectives) yang akan dicapai oleh daerah yang bersangkutan dalam tahun angaran tertentu. Kedua komponen arah dan kebijakan umum APBD ini merupaka jawaban atas “where do we want to be” dalam proses perencanan strategis. Tujuan merupakan arah (direction) yang akan menunjukan tujuan (destination) daerah dimasa yang akan datang, sedangkan sasaran menunjukan batas-batas (milestones) sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Tujuan dan sasaran APBD tersebut harus disesuaikan dengan lima kriteria berikut :
Adanya sasaran angaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertangungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanan tugas organisasi
dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran angaran akan menyebabkan pelaksana angaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 206)
Setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Adanya pengukuran tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam bentuk mekanisme evaluasi, maka dapat diketahui kinerja suatu organisasi, Herawaty (2011).
Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan melalui kegiatan, program atau kebijaksanaan dalam pemerintahan dibutuhkan pembagian wewenang atau pendelegasian yang tepat. Pergeseran sistem pemerintahan Republik Indonesia dari sentralisasi ke desentralisasi didukung oleh UU Otonomi Daerah yang terdiri dari UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Menurut Gordon dan Miller (1976) dalam Nazaruddin (1998) berpendapat, desentralisasi itu dibutuhkan karena adanya kondisi administratif yang semakin kompleks. Begitu pula tugas dan tanggungjawab, sehingga perlu pendistribusian otoritas pada manajemen yang lebih rendah, Herawaty (2011).
Menurut Locke dan Latham (1984) dalam Samuel (2008), agar pengukuran sasaran efektif ada 7 indikator yang diperlukan:
Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2002) yang menyatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah manfaat sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat.
Deddy Nordiawan dalam Akuntansi Sektor Publik (2006) menjelaskan tujuan anggaran yaitu sebagai alat perencanaan, dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan yang dibuat.
Kejelasan sasaran angaran menunjukan luasnya tujuan angaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertangung jawab (Munawar et.al, 2006).
Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 2006).
Direktorat jenderal Otonomi Daerah (2001) menyatakan, arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya memuat informasi mengenai tujuan (goals) dan sasaran (objectives) yang akan dicapai oleh daerah yang bersangkutan dalam tahun angaran tertentu. Kedua komponen arah dan kebijakan umum APBD ini merupaka jawaban atas “where do we want to be” dalam proses perencanan strategis. Tujuan merupakan arah (direction) yang akan menunjukan tujuan (destination) daerah dimasa yang akan datang, sedangkan sasaran menunjukan batas-batas (milestones) sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Tujuan dan sasaran APBD tersebut harus disesuaikan dengan lima kriteria berikut :
- Spesifik. Sasaran yang ingin dicapai harus dirumuskan secara spesifik dan jelas, tidak menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Sasaran tersebut harus dapat memberikan inspirasi kepada unit kerja dalam merumuskan strategi atau tindakan terbaiknya.
- Terukur. Sasaran harus dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu sehinga memudahkan penilaian tingkat pencapaianya.
- Menantang tapi realistis. Sasaran harus menantang untuk dicapai, namun tetap realistis dan masih memungkinkan untuk dicapai.
- Berorientasi pada hasil akhir. Sasaran harus difokuskan pada hasil atau pengaruh akhir yang ditetapkan tersebut akan dicapai.
- Memilki batas waktu. Sasaran sebaiknya menentukan secara jelas kapan hasil atau pengaruh akhir yang ditetapkan tersebut akan dicapai.
- Spesifik. Sasaran yang ingin dicapai harus dirumuskan secara spesifik dan jelas, tidak menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Sasaran tersebut harus memberikan kepada unit kerja dalam merumuskan strategi atau tindakan terbaiknya.
- Terukur. Sasaran harus menyatakan dalam satuan ukuran tertentu sehingga memudahkan penilaian tingkat pencapaiannya.
- Menantang tapi realistis. Sasaran harus menantang untuk dicapai, namun tetap realistis dan masih memungkinkan untuk dicapai.
- Berorientasi pada hasil akhir. Sasaran harus difokuskan pada hasil atau pengaruh akhir yang akan dicapai, bukan pada proses atau cara mencapainya.
- Memiliki batas waktu. Sasaran sebaiknya menentukan secara jelas kapan hasil atau pengaruh akhir yang ditetapkan tersebut akan dicapai.
Adanya sasaran angaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertangungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanan tugas organisasi
dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran angaran akan menyebabkan pelaksana angaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 206)
Setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Adanya pengukuran tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam bentuk mekanisme evaluasi, maka dapat diketahui kinerja suatu organisasi, Herawaty (2011).
Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan melalui kegiatan, program atau kebijaksanaan dalam pemerintahan dibutuhkan pembagian wewenang atau pendelegasian yang tepat. Pergeseran sistem pemerintahan Republik Indonesia dari sentralisasi ke desentralisasi didukung oleh UU Otonomi Daerah yang terdiri dari UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Menurut Gordon dan Miller (1976) dalam Nazaruddin (1998) berpendapat, desentralisasi itu dibutuhkan karena adanya kondisi administratif yang semakin kompleks. Begitu pula tugas dan tanggungjawab, sehingga perlu pendistribusian otoritas pada manajemen yang lebih rendah, Herawaty (2011).
Menurut Locke dan Latham (1984) dalam Samuel (2008), agar pengukuran sasaran efektif ada 7 indikator yang diperlukan:
1. Tujuan, membuat secara terperinci tujuan umum tugas-tugas yang harus dikerjakan.
2. Kinerja, menetapkan kinerja dalam bentuk pertanyaan yang diukur.
3. Standar, menetapkan standar atau target yang ingin dicapai.
4. Jangka Waktu, menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan.
5. Sasaran Prioritas, menetapkan sasaran yang prioritas.
6. Tingkat Kesulitan, menetapkan sasaran berdasarkan tingkat kesulitan dan pentingnya.
Koordinasi, menetapkan kebutuhan koordinasi, Putra (2013).
2. Kinerja, menetapkan kinerja dalam bentuk pertanyaan yang diukur.
3. Standar, menetapkan standar atau target yang ingin dicapai.
4. Jangka Waktu, menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan.
5. Sasaran Prioritas, menetapkan sasaran yang prioritas.
6. Tingkat Kesulitan, menetapkan sasaran berdasarkan tingkat kesulitan dan pentingnya.
Koordinasi, menetapkan kebutuhan koordinasi, Putra (2013).
Proses penganggaran daerah dengan pendekatan kinerja dalam Kepmendagri No 13 Tahun 2006 membuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah atau unit kerja. Secara umum dapat diterangkan bahwa anggaran daerah disusun berdasarkan rencana kerja daerah yang telah disusun baik rencana kerja jangka panjang (RPJP), rencana kerja jangka menengah (RPJM), dan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Pada tingkat SKPD, anggaran juga disusun berdasarkan rencana jangka menengah SKPD yang sering disebut renstra SKPD. Renstra SKPD dan RKPD menjadi acuan bagi SKPD untuk menyusun rencana kerja (renja) SKPD. Renstra SKPD disusun dengan cara rapat para anggota SKPD serta mengacu kepada RPJP dan RPJM baik nasional maupun daerah. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran atau pengguna barang.
Menurut Bastian (2006:17) Permendagri No. 13 Tahun 2006, pasal 10, kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-SKPD,
b. menyusun DPA-SKPD,
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja,
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya,
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran,
f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak,
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan,
h. menandatangani SPM,
i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya,
j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya,
k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya,
l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya,
m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah, dan
n. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kapada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Selanjutnya, pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian/seluruh kewenangannya kepada unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Pelimpahan sebagian kewenangannya sebagaimana tersebut sebelumnya berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Menurut Herzberg (1959:80) dalam Dalimunthe dan Siregar (1994:80) sasaran yang tidak jelas menimbulkan keraguan-keraguan bagi manajer dalam bertindak, karena ia tidak tahu apakah tindakannya mengarah kepada pencapaian tujuan. Keragu-raguan manajer ini tentu akan menimbulkan ketidakpuasan. Tidak adanya jaminan pekerjaan akan menyebabkan ketidakpuasan sebagaimana diungkapkan dalam dalam teori kepuasan.
Menurut Kepmendagri No. 13 Tahun 2006, pasal 89, isi dari pedoman penyusunan RKA-SKPD ini yaitu:
a. prioritas dan plafon anggaran (PPA) yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan,
b. sinkronisasi program dan kegiatan antara SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan,
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD,
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja,
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA_SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga.
Dokumen pelaksanaan anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh penggunaan anggaran. PPA adalah program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagia acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah disepakati dengan DPRD. Rencana kerja dan anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah dokumen perencanan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. Pengguna anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
Kejelasan Tujuan Anggaran Terhadap Kinerja
Untuk dapat menghasilkan struktur anggaran yang sesuaii dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuaii dengan kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dari perencanaan alokasi biaya yang ditetapkan. Berdasarkan pendekatan kinerja, APBD disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama Legislatif Daerah menyusun kebijakan umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan- ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Kebijakan anggaran yang dimuat dalam kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan daerah selama satu tahun anggaran.
Dalam menyusun anggaran tahunan, mekanisme dan proses penjaringan informasi pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalarn rencana strategis daerah. Namun demikian, dalam proses ini kebijakan anggaran harus dijadikan payung bagi eksekutif khususnya unit kerja dalam menyusun kebijakan anggaran tahunan. Dalam penyusunan rencana kerja masing-masing program harus sudah memuat secara lebih rinci uraian mengenai nama program, tujuan dan sasaran program output yang akan dihasilkan, sumber daya yang dibutuhkan, periode pelaksanaan program, lokasi dan indikator kinerja. Seluruh program yang telah dirancang oleh masing-masing unit kerja, selanjutnya diserahkan ke Panitia Eksekutif. Panitia eksekutif selanjutnya menganalisis dan bila perlu menyeleksi program-program yang akan dijadikan rencana kerja di masing-masing unit kerja berdasarkan program kerja yang masuk ke Panitia Eksekutif, selanjutnya disusun dan dirancang draft Kebijakan Pembangunan Dan Kebijakan Anggaran Tahunan (APBD) yang nantinya akan dibahas dengan pihak Legislatif (Kepmendagri No 29 Tahun 2005)
Dalam UU No. 17 Tahun 2005 dijelaskan bahwa sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya urituk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang undang ini disebutkan bahwa belanja negara/daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Kajian teoritis sebagai dasar dalam penelitian ini masih banyak menggunakan kajian teoritis pada sektor privat yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini dilakukan karena variabel-variabel yang diteliti masih menggunakan dengan variabel penelitian pada sektor privat. Namun tidak mengurangi kajian-kajian teoritis yang berhubungan dengan sektor publik sebagai dasar dalam mendukung penelitian ini.
Kejelasan tujuan anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggungg jawab.
Bagian keuangan memberi reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Pemerintah daerah dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya aparat secara signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegasan tujuan anggaran.
Kejelasan tujuan anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. Teori yang mendukung dinyatakan oleh Kennis (1979:69) bahwa manajer memberi reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Aparat dapat meningkat kepuasan kerja, ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran dan efisiensi biaya aparat secara signifikan meningkat kejelasan dan ketegasan tujuan anggaran. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya menajer tingkat bawah secara signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegangan tujuan anggaran mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar