Jumat, 04 Desember 2015

KINERJA

Pengertian Kinerja 

Istilah kinerja atau perfomance, merupakan tolak ukur karyawan dalam melaksanakan seluruh tugas yang ditargetkan kepadanya, sehingga upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal penting. Byars (1984) mengartikan kinerja sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Persepsi tugas itu sendiri merupakan petunjuk bagi individu untuk percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam pekerjaan.

Prawirosentono (2002 : 120) menyebutkan kinerja, atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Terdapat hubungan erat antara kinerja perorangan dengan kinerja organisasi, dengan kata lain, bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan kinerja organisasi juga baik.

Darsell (1992) dalam Ayudiati (2003) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar yang ditetapkan. Dengan kata lain, kinerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai seorang karyawan dengan yang apa yang telah ditetapkan dalam anggaran. Sebagai contoh, kinerja karyawan bagian pemasaran adalah perbandingan jumlah produk yang berhasil ia jual dengan angka volume penjualan yang tercantum dalam anggaran

Penilaian  Kinerja adalah proses dimana organisasi mengevaluasi/menilai kinerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka (Hani Handoko,1988)

Lowyer dan Porter (dalam As’ad, 2000 : 48), menuliskan bahwa job performance atau kinerja usaha adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan, sebagai suatu tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan. 

Kinerja berkaitan dengan proses pelaksanaan tugas seseorang sesuai dengan tanggung jawab yang dimillikinya. Kinerja ini meliputi prestasi kerja karyawan dalam menetapkan sasaran kerja, pencapaian sasaran kerja, cara kerja, dan sifat pribadi karyawan. Minner (2001) dalam Ayuadita (2010) menggunakan proksi empat dimensi yaitu kualitas, kuantitas, waktu dalam bekerja, dan kerjasama dengan teman sekerja sebagai alat pengukuran kinerja. Sementara itu, Mahoney et al. (1963) dalam Winadarta (2003) membahas konsep kinerja dalam kaitannya dengan kinerja manajemen, dan mendefenisikan kinerja manajemen berdasarkan fungsi-fungsi manajemen yang dimasukkan ke dalam konstruk kinerja manajemen tersebut, yaitu perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staff, negosiasi, perwakilan dan kinerja secara menyeluruh.

Menurut Suprihanto (1987) penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan atau suatu proses yang terjadi di dalam organisasi menilai atau mengetahui kinerja seseorang. Glueck (1978) mendefinikan evaluasi kinerja sebagai kegiatan penentuan sampai pada tingkat mana seseorang melaksanakan tugasnya secara efektif.

Menurut Dessler (2000 : 268), analisis kinerja adalah memferifikasi bahwa ada kemerosotan kinerja dan menetapkan apakah kemerosotan ini sebaiknya diperbaiki melalui pelatihan atau melalui sarana lain.

Byars dan Rue (2000) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai proses penentuan dan dan pengkomunikasian kepada karyawan sebagaimana mereka dalam melaksanakan secara ideal, penyusunan rencana perbaikan kinerja. Menurut Raymond (2000) penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi mendapatkan informasi seberapa baik karyawan melaksanakan tugasnya.

Klasifikasi fungsional dari kinerja manajemen yang dikembangkan dalam teori manajemen klasik ini lebih menekankan pada seluruh kinerja manajemen tanpa memerhatikan dimana hal tersebut berlangsung dalam organisasi, sehingga dengan demikian kita dapat mengklasifikasikan seluruh kinerja individual. Klasifikasi fungsional ini cenderung berhubungan langsung dengan tujuan manajemen bila dibandingkan dengan klasifikasi kinerja yang didasarkan pada sifat aktifitas kerja manajer.


Pengukuran Kinerja 



Michael, dan Troy (2000) menjelaskan untuk mengukur kinerja sebuah pemerintah lokal dalam perbandingannya dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan akuntabel oleh pemerintah lokal. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah para pembuat kebijakan dan profesional harus merumuskan visi dan tujuan dari rencana strategis mereka dengan menggunakan input dari masyarakat/publik. Jika input dari masyarakat ini tidak di akomodasi maka akan mengundang kritikan, walaupun pemerintahan lokal sudah melaksanakan secara efisien sekalipun. 


Pengukuran kinerja tentunya tidak sebatas pada masalah pemakaian anggaran, namun lebih dari itu. Pengukuran kinerja mencakup berbagai aspek sehingga dapat memberikan informasi yang efisien dan efektif dalam pencapaian kinerja tersebut.

Parker (1993:3) dalam Sadjiarto Arja (2000) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran/penilaian kinerja suatu entitas pemerintahan yaitu:


  1. Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar tehadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.
  2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internalDengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk pengukuran outputs dan outcomes.
  3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.
  4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif.
  5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar