Keuangan Sektor Publik
Ada empat tujuan berdirinya negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pencapaian keempat tujuan negara tersebut tentu terikat dengan keuangan negara sebagai bentuk pembiayaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Tanpa keuangan negara, tujuan negara tidak dapat terselenggara. Tujuan negara hanyalah menjadi sekedar cita-cita belaka. Oleh karena itu keuangan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan memiliki peran sentral, sebab merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara serta sangat menentukan keberlangsungan perekonomian baik dalam waktu sekarang ini maupun di masa akan datang.
Pengelolaan keuangan negara yang ditujukan agar bisa digunakan penyelenggaraan pemerintahan secara rutin itu cukup banyak menggunakan sumber dana. Sumber dana tersebut diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri yang dikelola secara ketat oleh pemerintah berdasarkan konsepsional dan konstitusional ditetapkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perihal pembahasan pengertian keuangan negara, dapat dilakukan melalui pendekatan Undang-Undang dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pengertian keuangan negara menurut undang-undang ini adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (sikad.bpk.go.id). Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggung jawaban keuangan negara.
Substansi Keuangan Sektor Publik
Pada dasarnya, substansi mengenai pengertian keuangan negara dapat dilihat dari perspektif luas maupun sempit. Menurut Edi Nasution, dalam makalahnya “Pengelolaan Keuangan Daerah : Perbandingan Anggaran Indonesia dan Jepang”, keuangan negara mencakup: pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kedua, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan terakhir keuangan negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ini merupakan pengertian keuangan negara dalam cakupan luas. Sementara keuangan negara dalam arti sempit hanya mecakup keuangan negara yang dikelola oleh tiap-tiap badan hukum dan dipertanggungjawabkan masing-masing instansi.
Berbicara mengenai keuangan negara, pada saat yang bersamaan terdapat pembahasan mengenai lingkup keuangan negara yang dilihat dari perspektif yuridis formal. Khairun Farid dalam makalahnya tentang Resume UU 17 tahun 2003 mengatakan bahwa di dalam Pasal 2 Undang-Undang tentang Keuangan Negara diatur bahwa ruang lingkup keuangan negara yaitu: hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, serta melakukan pinjaman; kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum, pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan negara; pengeluaran negara; penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaran tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pada dasarnya, pemerintahan negara melibatkan usaha-usaha yang disebut sebagai pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara dapat dipahami sebagai keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban yang secara eksplisit disebut sebagai ruang lingkup pengelolaan keuangan negara.
Beberapa masalah dalam pengelolaan keuangan negara
Dalam sebuah tulisan Awan Setiawan yang dapat diakses di web bappenas.go.id berjudul “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah : Sebuah Tinjauan”, ada beberapa masalah yang secara realita masih dihadapi dalam pengelolaan keuangan negara saat ini, yaitu :
Pertama, rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Karenanya, muncul tuntutan yang meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.
Kedua, kurang adanya skala prioritas yang terumuskan secara tegas dalam proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada keterpaduan antara rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and benefit analysis) sehingga kegiatan yang dijalankan tidak saja sesuai dengan skala prioritas tetapi juga mendatangkan tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi publik.
Ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen keuangan pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktek Kolusi Korupsi dan Nepotisme.
Keempat dan terakhir adalah rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Inilah merupakan sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara profesional sebagaimana dijumpai dalam manajemen sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer yang profesional dalam sektor publik. Bahkan terdapat negasi yang tegas untuk memasukkan kerangka kerja sektor swasta ke dalam sektor publik di mana nilai-nilai akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, dan economic of scale menjadi kerangka kerja utamanya.
Asas-asas pengelolaan keuangan negara
Agar pengelolaan keuangan negara dapat berlangsung dengan baik, maka sebenarnya telah dirumuskan beberapa asas-asas. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara yang dimaksud adalah:
Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara disajikan dalam satu dokumen anggaran;
Asas universalitas, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran;
Asas tahunan membatasi masa berlakunya angaran untuk suatu tahun tertentu;dan
Asas spesialitas, yaitu mewajiban agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya (Muhammad Djafar Saidi, 2008).
Perkembangan selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Keuangan Negara (UUKN) terdapat penambahan asas baru dalam pengelolaan keuangan negara. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara menurut UUKN yaitu:
Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi nagara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku;
Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pengelolaan keuangan negara;
Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;
Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah aas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan nagara dengan tidak boleh dipangaruhi oleh siapapun.
Asas-asas pengelolaan keuangan negara apabila dilakukan fusi sebelum dan setelah diberlakukannya UUKN dapat dijadikan pedoman bagi pengelola keuangan negara sehingga mampu menjalankan tugas dan kewajibannya yang baik. Perlu dicermati bahwa asas pengelolaan keuangan negara bukanlah merupakan aturan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat melainkan secara moral dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, janganlah diartikan bahwa pengelolaan keuangan negara dapat serta merta menyimpangi asas-asas pengelolaan keuangan negara tersebut sehingga tercipta pengelolaan keuangan negara yang baik dan menghindari kerugian negara.
Good Governance dalam pengelolaan keuangan negara
Sejak terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan equalityperubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan good governance, akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Good governancedipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik.
Menurut doktrin ilmu hukum administrasi terdapat 13 asas-asas umum pemerintahan yang baik (Good Governance), hal itu seperti yang pernah diungkapkan Crince Le Roy dan ditambahkan oleh Kuntjoro Purbopranoto, yaitu: Asas kepastian hukum (principle of legal security); Asas keseimbangan (principle of proporsioality); Asas kesamaan (principle of equality); Asas bertindak cermat (principle of carefulless); Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation); Asas jangan mencampur adukkan kewenangan (principle of non misuse of competence) ; Asas permainan yang layak (principle of fairplay) ; Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness); Asas menanggapi pengaharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation); Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoig the consequences of annulled decision); Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of life); Asas kebijaksanaan (sapientia); dan Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).
Sedangkan dalam aturan pokok Keuangan Negara sendiri telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : Asas tahunan, Asas universalitas, Asas kesatuan, Asas spesialitas, Asas akuntabilitas, Asas profesionalitas, Asas proporsionalitas, Asas keterbukaan dan Asas pemeriksaan keuangan (ekonomi.kompasiana.com).
Asas-asas umum tersebut diperlukan guna menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan good governance. Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara pada dasarnya dijiwai oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini dapat dilihat dari adanya asas akuntabilitas, proporsionalitas, profesionalitas, universalitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, di mana pada asas-asas good governance dikehendaki adanya prinsip bertindak cermat, jangan mencampur adukkan kewenangan dan prinsip penyelenggaraan kepentingan umum. Karena pada dasarnya adanya asas-asas umum pengelolaan keuangan negara yang baik bertujuan untuk mewujudkan kepentingan umum, mensejahterakan kehidupan rakyat yang berlandaskan pada perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkan demi terciptanya pemerintahan yang baik. Oleh karena itu ketaatan pada asas-asas yang telah ditentukan di atas perlu selalu dijaga dan disosialisasikan terus di antara para aparatur pemerintah, para pengelola keuangan negara dan pihak-pihak yang terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar